SUDAH SAATNYA PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA MENERAPKAN ISPO
Pertumbuhan perkebunan Kelapa Sawit
menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Seiring
dengan itu, kritik terhadap dampak industri kelapa sawit juga terus
berdatangan. Terutama karena dampak negatifnya terhadap kerusakan lingkungan.
Kontribusi minyak sawit Indonesia
dalam memasok minyak sayur ke pasar dunia cukup besar yaitu 15.1 % sedangkan
pangsa produksi minyak sawit Indonesia terhadap produksi minyak dunia sekitar
47.5 % dan diperkirakan produksinya akan terus meningkat sampai dengan 2020
hingga mencapai 40 juta ton. Hal ini berarti, industri sawit perlu sertifikasi
untuk menepis isu seperti deforestasi, degradasi hutan, rusaknya habitat
terbunuhnya satwa liar yang dilindungi, meningkatnya gas rumah kaca, selain
persoalan tersebut, Indonesia baru saja terkena notifikasi berkaitan dengan
ketentuan Enviroment Protection Agency (EPA) Amerika Serikat sehingga peluang
sawit Indonesia untuk memasok bahan baku bagi bio diesel ke negara itu
berpotensi tertutup.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit
Indonesia sudah saatnya menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)
menyusul keluarnya gabungan pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dari
keanggotaan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Untuk melakukan
standarisasi perkebunan kelapa sawit, maka pemerintah membentuk ISPO. ISPO
adalah aturan – aturan yang harus diikuti untuk melakukan budidaya perkebunan
kelapa sawit yang berkelanjutan. ISPO wajib bagi seluruh perkebunan kelapa
sawit di Indonesia.
Setahun silam Menteri Pertanian telah
menetapkan satu kebijakan baru di bidang perkelapa sawitan dengan menerbitkan
Permentan No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman perkebunan Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO). Kebijakan
itu bersifat wajib dan mengatur persyaratan ISPO bagi perusahaan Kelapa Sawit
Khusus ISPO untuk pembagunan kelapa sawit rakyat (plasma dan swadaya) akan di
atur kemudian. ISPO itu untuk memproduksi minyak sawit lestari dan mempercepat
produksinya serta mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca.
Indusrti
kelapa sawit diwajibkan memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Sertifikat
itu menjadi surat lolos sebuah industry dalam memproduksi minyak sawit yang
berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.
”Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO) sebagai standar pelestarian lingkungan pada industri kelapa sawit
nasional harus diterapkan sepenuhnya secara konsisten dan serempak. Penerapan
ISPO tersebut, sebagai upaya agar dapat meningkatkan posisi tawar CPO Indonesia
di pasar internasional dan membutuhkan waktu / kerja keras untuk membuat ISPO
ini benar – benar diakui dunia, serta kerja keras itu harus dimulai saat ini.
ISPO dinilai lebih tepat mengingat Indonesia merupakan negara pemilik lahan
sawit terbesar di dunia sekaligus penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Sudah sewajarnya Indonesia berani menentukan standarnya sendiri.
Kerja keras disertai konsistensi itu
sangat diperlukan mengingat ”ISPO” baru saja diperkenalkan oleh pemerintah
Indonesia. Karena itu, diperlukan kesadaran dan upaya bersama dari seluruh
pemangku kepentingan industri kelapa sawit Indonesia untuk mewujudkan ISPO
sebagai platform sustainability yang berdampak pada meningkatnya bergaining
posisition CPO Indonesia di mata internasional. ISPO harus diterapkan segera
agar terjadi keserempakan di dalam negeri dan mendapat pengakuan negara –
negara di luar, khusunya negara tujuan ekspor CPO Indonesia.
Mulai
1 Maret 2012 yang lalu, Kementrian Pertanian melaksanakan Sertifikasi
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Diharapkan seluruh perusahaan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia
sudah memiliki sertifikat tersebut paling lambat 31 Desember 2014. Perusahaan
perkebunan kelapa sawit harus sudah melaksanakan usahanya sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu sertifkasi ISPO paling lambat sampai dengan 31
Desember 2014.
Salah satu persyaratan mendapatkan
ISPO adalah penilaian kebun. Sesuai dengan Permentan no 7 / 2009 tentang
Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, setiap tiga tahun sekali dinilai untuk
mendapatkan kelas kebun. Kelas kebun yang dinilai meliputi aspek legalitas,
managemen kebun, pengolahan hasil, sosial , ekonomi wilayah, lingkungan serta
pelaporan penilaian kelas kebun terakhir tahun 2009, dan tahun 2012 akan
dilaksanakan lagi.
Hasil penilaian
tersebut berupa penentuan kelas kebun yakni kebun kelas I (baik sekali ), kelas
II (baik), kelas III (sedang), kelas IV (kurang) dan kelas V (kurang sekali).
Untuk kebun kelas I sampai kelas III dapat mengajukan permohonan untuk
dilakukan audit agar dapat di terbitkan sertifikat ISPO.
Untuk menjadi perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, maka setiap
perkebunan kelapa sawit harus memenuhi setidaknya tujuh prinsip dan kriteria
yang tercantum dalam ISPO. Pertama, sistem perizinan dan managemen perkebunan.
Kedua, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit. Ketiga,
pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Keempat, tanggung jawab pada pekerja.
Kelima, tanggung jawab perusahaan kepada individu dan komunitas. Keenam,
pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat. Ketujuh, komitmen terhadap perbaikan
ekonomi terus menerus.
Bagi perusahaan perkebunan yang telah
memenuhi persyaratan ISPO akan diberikan sertifikat. Sertifikat itu berlaku
selama empat tahun dan diumumkan kepada publik. Dengan kata lain sertifikat
ISPO adalah persyaratan formal dalam bentuk sertifikat bahwa pengusaha
perkebunan ini telah di cek lembaga sertifikasi independen dan sudah sesuai
dengan aturan yang berlaku. Di tahun 2014 akan diusahakan seluruh perusahaan
besar sudah bersertifkasi karena di 2015 Uni Eropa (UE) hanya mau terima yang
sustainable.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar