Peranan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Daerah saat ini masih menjadi penyumbang PDRB
terbesar bagi Provinsi
Bengkulu yaitu sekitar 40 persen. Kontribusi masing-masing sub sektor terhadap
sektor pertanian menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan memberikan
sumbangan sebesar 10,71 %, urutan
kedua setelah tanaman pangan, kemudian diikuti perikanan, peternakan dan,
kehutanan. Saat ini 60 persen
penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian, diikuti sektor perdagangan,
pengolahan, jasa dan lain-lain. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dari aspek
sosial ekonomi, perkembangan agroindustri dan agribisnis sektor pertanian
dapat
meningkatkan kesejahteraan sebagian besar penduduk.
Pembangunan Perkebunan memiliki
cakupan yang sangat luas mulai dari kegiatan hulu sampai hilir. Potensi Perkebunan di Provinsi Bengkulu
sangat besar dan bisa menjadi tulang punggung perekonomian masa depan untuk meraih tingkat kesejahteraan dan kemakmuran, dalam upaya mencapai keberhasilan
tersebut diperlukan keberpihakan, koordinasi yang baik lintas sektor, peningkatan sumberdaya manusia berkelanjutan dan iklim investasi yang kondusif. Tantangan Pembangunan Perkebunan di Provinsi
Bengkulu ke depan antara lain adalah bagaimana
memenuhi kebutuhan pangan serta keseimbangan gizi keluarga; memperbaiki dan
membangun infrastruktur lahan dan air serta perbenihan dan perbibitan;
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian; membuka akses pembiayaan pertanian dengan suku bunga
rendah bagi petani dan memperkokoh kelembagaan usaha ekonomi produktif di
pedesaan. Sedangkan untuk membangun kebun rakyat yang
produktif sangat diperlukan dukungan dana yang besar, teknologi
dan managemen yang cukup. Disamping itu
dari pengalaman berkebun dengan masyarakat harus memperhatikan kultur budaya
setempat sehingga usaha untuk membangun kebun tidak terhambat oleh faktor non teknis (sosial budaya).
Untuk jelasnya Pertumbuhan
luas
areal Perkebunan di Provinsi Bengkulu selama tahun
2005-2010 meningkat cukup tinggi
dengan rata-rata laju pertumbuhan
per tahun mencapai 4,08 %. Sampai dengan tahun 2010 luas areal perkebunan
diperkirakan telah mencapai 407.532 Ha yang meliputi perkebunan rakyat diluar
Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Besar Negara. Komoditi yang banyak
diusahakan oleh masyarakat/petani Bengkulu antara lain : Kelapa Sawit, Karet,
Kopi, Kakao, Kelapa dan Lada disamping komoditi lainnya seperti Cengkeh, Aren, Kayu manis, Pinang, Kapuk, Kemiri, Vanili, dan Pala. Selain perkembangan
luas areal yang mengalami kenaikan, Perkembangan Produksi dan Jumlah Petani juga mengalami kenaikan. Komoditi yang produksinya meningkat di Provinsi Bengkulu selama tahun 2005-2010
adalah kelapa sawit, karet, kakao, dan pala.
Namun demikian masih terdapat komoditi
yang produksinya menurun antara lain Kopi Robusta, Kelapa dalam dan
Lada.
Khususnya perkembangan pembangunan kebun kelapa
sawit di Propinsi Bengkulu sampai dengan posisi tahun 2011 (semester I) telah
mencapai 275.437
ha, terdiri dari tanaman menghasilkan 187.939 ha, tanaman belum menghasilkan 85.999 ha dan tanaman tidak
menghasilkan/tanaman rusak 1.499 ha. Pelaku usaha perkebunan terdiri
dari Perkebunan Besar 85.167 Ha dan perkebunan rakyat 600.486 ha. Perkembangan tanaman kelapa sawit (angka
sementara) sampai saat ini di Provinsi Bengkulu mencapai 275.437 ha,
terdiri dari ; Perusahaan Perkebunan 69.404 Ha dan Perkebunan Rakyat 206.033 Ha. Dalam perkembangannya
perkebunan rakyat para petani lebih banyak menggunakan bibit asalan
(tidak rekomendate), hal ini diakibatkan oleh
lemahnya kemampuan petani untuk membeli bibit berkualitas atau bibit unggul
yang direkomendasikan memang harganya relatif mahal serta tidak
tersedia diwilayah domisili petani, selain itu juga terbatasnya pasokan bibit berkualitas
karena kurangnya kemampuan para usaha pembenih kecil (UPK)/usaha pembenih besar
(UPB). Akibat penggunaan bibit yang
demikian itu menyebabkan produktifitas TBS yang
dihasilkan menjadi rendah, harga rendah dan sulit untuk dijual kepada pihak pabrik Pengolah Kelapa Sawit
(PKS) tandan buah segar (TBS) yang secara umum
dimiliki Perusahaan Besar Swasta (PBS).
Bila kita
cermati perkembangan
luas kebun kelapa sawit rakyat tersebut pada
10 tahun terakhir ini telah
mencapai pertumbuhan yang sangat menggembirakan,
hal
ini disebabkan
karena terpicunya animo
masyarakat yang termotivasi akan keberhasilan
kebun rakyat yang telah lebih dulu berkembang, peluang peningkatan
penghasilan dan taraf hidup yang cukup menjanjikan dan lahan-lahan yang belum tergarap juga masih tersedia. Memperhatikan potensi lahan yang masih
tersedia di
Propinsi Bengkulu
dapat dikemukakan diantaranya adalah lahan HGU
eks. perkebunan
terlantar dan lahan-lahan terlantar lainnya diluar eks HGU. Kebun–kebun terlantar yang secara fisik tidak
dikelola lagi oleh perusahaan akan menimbulkan
kerawanan sosial disamping itu tujuan pemberian Hak Guna Usaha tidak dapat berfungsi dengan baik sebagaimana keinginan awal perusahaan ketika izin diberikan. Guna menghindari problem
ketidakjelasan ini,
perlu formula baru untuk mengefektifkan lahan HGU terlantar menjadi aset yang
produktif dan dapat memberi manfaat ekonomi baik bagi perusahaan, masyarakat sekitar maupun pemerintah. Sebagai salah
satu contoh HGU
yang
diberikan kepada kebun
PT. Bimas Raya Sawitindo
dapat dipilih sebagai salah satu model pembangunan kebun kelapa sawit yang dapat mengakomodasi tiga pihak
sekaligus yakni, perusahaan
pemilik, perusahaan mitra dan masyarakat sekitar. Tulisan
ini dimaksudkan untuk memberi masukan kepada pengambil kebijakan untuk
mengefektifkan lahan–lahan terlantar dan menyiapkan model pembangunan maupun
peremajaan (replanting) kebun
kelapa sawit yang telah tua (non produktif) dengan pola Koperasi– Perusahaan dan petani
plasma maupun dengan menumbuhkan semangat pola swadaya murni petani.
Seiring dengan perubahan paradigma Pembangunan Pertanian dari Orientasi Produksi
ke orientasi pasar maka pola Pembangunan khususnya sub sektor perkebunan
mengalami perubahan. Dengan memperhatikan
ciri-ciri umum sub sektor perkebunan pola-pola pengembangan dan tuntutan
pembangunan, maka pembangunan agribisnis perkebunan kedepan perlu dilakukan
penyesuaian pendekatan dengan berbagai orientasi
yakni,
a. peningkatan
produksi kepada pendekatan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, b. Berorientasi pendekatan
peningkatan produktivitas tanaman kepada kepada peningkatan produktivitas
usahatani melalui pemanfaatan asset agribisnis secara optimal, c. Berorientasi
pendekatan hanya penggunaan paket tehnologi konvensional/baku yang mengandalkan
penggunaan agro input dari luar sistem pertanian kepada pendekatan penggunaan
tehnologi yang tersedia dan diterima oleh budaya setempat, diantaranya dengan
menggunakan agro input dari internal sistem pertanian secara berkelanjutan, d. Berorientasi pada
pengembangan komoditas utama/tradisional pada wilayah konvensional, kepada
pendekatan berbagai komoditas lainnya yang secara tehnis sesuai dan tersedia
peluang pasarnya, ternmasuk komoditi lokal spesifik serta pengembangan pada
wilayah bukaan baru, e. Berorientasi dalam
penyelenggaraan pembangunan perkebunan yang bertumpu pada peran pemerintah,
kepada pendekatan pelayanan, fasilitasi pendampingan, advokasi dan penciptaan
iklim yang bertumpu pada peran serta UKM, Koperasi dan dunia usaha.
Melalui
penyesuian pendekatan dan orientasi dimaksud pembangunan perkebunan
dilaksanakan secara bertahap, berkelanjutan dan konsisten sehinggga akan lebih
berperan dalam pembangunan daerah dan nasional.
Pembangunan Perkebunan Bengkulu
ditempuh dengan mengupayakan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat, dengan memberdayakan pelaku dan memanfaatkan
potensi Sumber Daya Alam (SDA), melalui prasarana dan penguasaan tehnologi
serta sistim Agribisnis. Pemerintah Daerah Propinsi
Bengkulu dalam melaksanakan pembangunan sub sektor perkebunan melalui beberapa
program prioritas baik jangka pendek maupun jangka panjang antara lain : a. Pembangunan perkebunan
rakyat dengan menitik beratkan pada Pengembangan Komoditas Unggulan, yang telah
sesuai dengan keadaan lahan dan tingkat adaptasi tehnologi ditingkat
masyarakat, potensi pasar serta pendekatan skala luas hamparan, untuk
memperoleh volume produksi tertentu dalam mengantisipasi permintaan pasar. b. Kemudian Terbangunnya kemitraan usaha yang
produktif, saling menunjang dan saling menguntungkan antara masyarakat dan
Perusahaan Perkebunan Besar Swasta, BUMD serta produsen bahan baku. c. Prioritas untuk mendorong agar perkembangan Usaha-usaha
Perkebunan berkelanjutan dengan pola kerakyatan, Perkebunan Besar Negara
ataupun Swasta dapat berjalan dengan baik sesuai dengan peruntukan lahan, dan
mampu memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitarnya,
serta mendapatkan keuntungan yang memadai. d. Terbangunannya Industri
Hilir produk perkebunan dengan menetapkan dan menyediakan Kawasan Industri yang
dipusatkan pada suatu wilayah yang didukung dengan pelabuhan. e. Pengembangan Perkebunan
yang lalu terpusat dan tergantung dengan bantuan Pemerintah,
pada saat ini tidak tepat lagi untuk masa datang. Fungsi Pemerintah akan lebih
terfokus memfasilitasi dan mendorong para pelaku usaha perkebunan untuk
mengembangkan usahanya.
Sehubungan dengan hal
tersebut maka saat ini program dan kegiatan pembangunan perkebunan pola
kerakyatan dengan focus dan sasaran yang akan dilaksanakan adalah untuk
mempertahankan “onfarm“ dan
mengembangkan serta meningkatkan kegiatan “Hulu dan Hilir”
melalui pembangunan sarana dan prasarana serta membangun Unit-Unit Pengolahan
dengan pendekatan industrialisasi pedesaan, serta berusaha memperhatikan
kegiatan Pemasaran Hasil, yang dapat menjamin
perekonomian masyarakat.
Terdapat
berbagai permasalahan prinsipil dalam pengembangan kebun kelapa sawit rakyat
selama ini yang dirasakan antara lain adalah sebagai berikut :
Petani. Pada umumnya tingkat perkembangan pendidikan dan pengetahuan
petani tidak selaras dengan pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi, sehingga penyerapan paket
tehnologi anjuran tidak
dapat diterima, diserap
dan dilaksanakan secara maksimal pada lahan usaha
taninya. Akibatnya produktifitas masih tetap rendah dan kegiatan usahataninya belum mencapai efesiensi
yang diharapkan. Dampak berikutnya pengembangan usaha tani belum mampu dilaksanakan secara
swadaya sehingga bantuan atau fasilitas dari pemerintah masih sangat dibutuhkan dan pembinaan terhadap
para petani masih harus tetap dilanjutkan.
Kelembagaan
Petani. Kelembagaan petani secara umum belum
efektif dan kuat
dikarenakan proses pembentukan kelembagaan bukan atas kesadaran, inisiatif dan kebutuhan petani. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman para pengurus
kelembagaan tani tentang menagemen usaha memperparah kondisi kepengurusan kelembagaan
bahkan seringkali menyebabkan ketidakpercayaan petani anggota terhadap
kelembagaan tani yang mereka bentuk. Disamping itu kelembagaan ekonomi yang ada belum dapat
menjalankan aktivitas secara optimal karena skala usaha yang tidak
ekonomis. Kelembagaan komoditi khususnya
asosiasi komoditi belum dapat menunjukan peran untuk meningkatkan pengembangan
komoditi, hal ini dikarenakan kelembagaan tersebut masih berorientasi pada
kegiatan perdagangan untuk kepentingan kelompoknya saja.
Petugas Pendampingan. Kebijaksanaan pemerintah terhadap
penerimaan pegawai negeri sipil lebih banyak penempatan mereka di lingkungan staf
provinsi atau kabupaten sedangkan untuk petugas pendampingan lapangan sangat
minim (PNS baru diangkat) dan hanya berbekal pengalaman seadanya selebihnya
dilengkapi dengan tenaga kontrak tahunan
yang juga memiliki pengalaman sangat minim.
Sebaliknya
petugas-petugas lapangan/penyululuh senior yang
notabene
telah memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis maupun non teknis cukup baik,
banyak diantaranya telah
direkrut untuk mengisi jabatan-jabatan struktural baik di Pemerintah Propinsi
maupun Kabupaten/Kota tidak dapat diganti. Dampak dari keadaan tersebut dirasa
peran dan jumlah petugas lapangan semakin berkurang baik jumlah
maupun kualitasnya,
akibatnya pembinaan terhadap kelompok-kelompok tani baik di sentra-sentra produksi pengembangan
maupun di areal swadaya yang terpencar secara sporadis semakin berkurang dan lemah.
Sarana
dan Prasarana. Dalam perkembangannya
pembangunan pertanian umumnya juga pembangunan perkebunan masih difocuskan pada
penambahann luas atau on-farm sehingga kegiatan hulu dan hilir terabaikan. Kedepan penekanan dengan pendekatan
Pengolahan dan Mutu Hasil dengan melakukan proses pengolahan yang berdekatan
dengan sumber bahan baku (sentra-sentra produksi) dengan mendirikan industri
hilir perkebunan, memanfaatkan hasil penelitian untuk memproduk olahan sesuai
dengan kebutuhan pasar baik skala kecil, menengah maupun besarsangat perlu
menjadi perhatian utama dalam trangka meningkatkan permintaan pasar terhadap produk perkebunan
yang bermutu.
Permodalan. Modal usaha yang dimiliki oleh petani sangat minim
sementara akses untuk mendapatkan modal melalui institusi perbankan dan lembaga
perkreditan lainnya masih
relatif sulit (seperti
persyaratan untuk mendapatkan pinjaman modal cukup menyulitkan si peminjam), sehingga pengembangan
usaha tani menjadi sangat lambat. Selain itu skim kredit yang dapat digunakan
untuk kegiatan investasi jangka panjang seperti tanaman tahunan ini sudah
sangat terbatas atau tidak ada sama sekali.
Modal yang tersedia saat ini adalah modal dengan kredit komersial yang
hanya dapat memberikan keuntungan kepada kegiatan yang cepat menghasilkan.
Disamping
berbagai permasalahan diatas terdapat
juga Tantangan dan Peluang dalam pengembangan kebun kelapa sawit rakyat
sebagai berikut :
Tantangan
: Tantangan yang dihadapi dan perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan program pembangunan perkebunan provinsi
Bengkulu adalah Mengembangkan komoditas
dengan meningkatkan kemampuan pelayanan data dan informasi mengenai prospek,
teknis budidaya. Usahatani
perkebunan dengan melakukan perbaikan teknis budidaya, pemanfaatan peluang
pasar, berbagai fasilitas dan kemudahan untuk pengemabangan usaha. Produktifitas dengan
pengembangan berbagai paket teknologi alternative.
Pengolahan
dan mutu hasil dengan peningkatan pengemabangan produk dan mutu hasil. Kelembagaan dengan
penumbuhan dan pemantapan kelembagaan petani.
Harga
komoditi perkebunan yang fluktuatif. Belum sepenuhnya dukungan
lembaga keuangan terhadap usaha perkebunan. Masih
beragamnya pemahaman dalam mengimplementasikan otonomi daerah.
Peluang
:
Peluang
yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan dalam pelaksanaan Program
Pembangunan Perkebunan Provinsi Bengkulu : Ketersediaan lahan menjadi
salah satu peluang dalam pengembangan perkebunan, apabila dikelelola dengan
baik keunggulan komperatif dapat mendukung keunggulan kompetitif, saat ini masih tersedia lahan potensial untuk
pengembangan perkebunan 271.215 Ha, kondisi agroekosistem yang meliputi kondisi geografis,
penyinaran matahari, intensitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun
dan keanekaragamanan
jenis tanah menjadi factor yang sangat mendukung dan potensial untuk pengembangan
perkebunan. Tanaman
perkebunan selain bernilai ekonomis juga mempunyai potensi ekologi yaitu
sebagai pemfiksasi CO2,
Produksi O2 dan tanaman yang berfungsi sebagai konservasi lahan dan air. Komoditi perkebunan juga
berpotensi menurunkan emisi CO2, bila kondisi perkebunan dikembangkan untuk
merehabilitasi lahan semak belukar/alang-alang.
Sasaran Pembangunan Perkebunan yang perlu diupayakan.
Bagaimana upaya agar tersedianya
sarana dan prasarana diareal kebun (sentra-sentra produksi) serta menjamin kemungkinan
perkembangan areal baru, terwujudnya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha
perkebunan serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, membangun manusia dan masyarakat perkebunan yang sejahtera
melalui usaha bidang perkebunan dan sekaligus sebagai penyediaaan lapangan
kerja, mewujudkan dan
menjamin keberadaan usaha dibidang perkebunan, dapat memanfaatkan Sumber Daya
Alam (SDA) secara arif dan bijaksana melalui pemantapan penataan ruang, study
kelayakan terhadap lahan sekaligus dapat mendukung keandalan ekonomi daerah,
ketahanan sosial budaya dan kelestarian fungsi lingkungan serta mendorong
pengembangan wilayah. Dapat
membangun perkebunan yang berbudaya industri dengan landasan efisiensi,
produktivitas, transparansi yang berkelanjutan. Meningkatkan penerimaan dan devisa
dari sub sektor perkebunan. Dengan
demikian pembangunan sub sektor perkebunan dapat memberdayakan masyarakat
dengan pola kerakyatan dan menciptakan sistim usaha agribisnis berbasis
perkebunan, berdaya saing tinggi, serta mengembangkan budaya industri, sebagai
landasan dan teknologi (Naz: opini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar